Senin, 22 Juni 2009

Menjadi Kaya Lewat Kerupuk Miskin



Subang - Berkat ide kreatifnya, Udin Saifudin sukses mengembangkan bisnis kerupuk sangrai yang dirintisnya sejak tahun 1974. Orang menyebut kerupuk buatan Udin ini sebagai 'kerupuk miskin' karena kerupuk ini digoreng dengan menggunakan pasir.

"Sebelumnya saya hanya bantu orang tua. Tetapi ketika orang tua meninggal sejak tahun 1974 saya yang mengambil alih," ujar Udin saat berbincang dengan detikFinance, di kediamannya, jalan raya Purwadadi, Subang, Minggu (17/5/2009).

Udin menjelaskan, awalnya ia dan istrinya menjual kerupuk biasa yang digoreng dengan menggunakan minyak goreng. Namun karena kurang laku dan dagangannya sering bersisa, maka sejak tahun 1990-an Udin beralih menggunakan pasir untuk menggoreng kerupuk buatannya.

"Kalau pakai minyak lakunya kurang, banyak barang sisa. Kalau ini selalu langsung habis. Dulu tidak ada yang goreng pakai pasir, eh sekarang banyak yang ikut-ikutan," ungkap ayah dari lima anak ini.

Selain lebih murah, alasan Udin menggoreng dengan pakai pasir karena lebih sehat dari pada menggunakan minyak goreng. Lagipula pembeli tidak perlu khawatir karena pasir yang digunakan Udin sudah dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan.

"Kalau pakai minyak goreng, orang yang sedang batuk, sakitnya bisa makin parah. Kalau ini mah sakit batuk juga tidak berefek," jelas pria berusia 55 tahun ini.

Meskipun begitu, Udin mengaku, dengan digunakannya pasir maka ia harus lebih bersabar ketika memasak kerupuk. Sebab untuk menyanggrai 100 kaleng kerupuk membutuh waktu empat jam. Padahal jika pakai minyak goreng waktu yang diperlukan hanya sekitar seperempat jam.

"Tapi rasanya kan beda, lebih khas dan renyah," tuturnya.

Gurihnya rasa kerupuk buatan Udin ini juga tidak lepas dari bahan-bahan yang digunakannya. Adapun bahan-bahan yang digunakan Udin dalam meramu kerupuknya yaitu tepung singkong, bawang merah, jengkol, penyedap ras, garam dan zat pewarna.

"Kemudian dibentuk lalu dijemur paling satu hari, di hari kedua kering dan bisa disangrai. Kalau musim hujan, biasanya kami menggunakan oven."

Udin menyatakan dalam sehari ia bisa menjual sekitar 100 kaleng dengan harga sekaleng sekitar Rp 7.000. Omset rata-rata yang peroleh Udin sekitar Rp 21 juta per bulan.

"Paling ramai waktu lebaran, bisa 200 sampai 300 kaleng per hari. Kalau libur sekolah panjang juga ramai," aku Udin yang kini dibantu oleh enam orang pegawai.

Jika dulu Udin harus berkeliling untuk menjual kerupuk buatannya, kini ia hanya tinggal ongkang-ongkang kaki karena kini pembelilah yang menyambangi rumahnya.

"Dulu saya jualan keliling, tapi sekarang tidak jual kemana-mana, Tunggu saja orang yang datang. Kalau sudah coba beli disini, tidak akan kemana-mana, siang malam datang kesini," jawab Udin sambil tersenyum senang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar