
Padang - Wilayah Sumatera Barat sudah sangat terkenal dengan berbagai macam racikan khas bumbu masakannya yang memiliki cita rasa tajam nan lezat. Ketajaman cita rasa masakan ranah minang ini tidak hanya sebatas makanan berat saja, tetapi makanan-makanan ringan untuk cemilan pun sudah banyak dikenal masyarakat luas.
Sebut saja kripik balado yang sudah menjadi makanan ringan khas Sumatera Barat ini, telah membuat Yusral Damiri pemilik usaha makanan ringan Mahkota cukup sukses mengembangkan kripik balado dan cemilan khas minang lainnya.
Bermula dari modal awal sebesar Rp 5 juta, saat ini ia telah berhasil
mengantongi omset miliaran rupiah per tahun.
Elvi Desnita salah satu keluarga pemilik Mahkota mengatakan, awalnya keluarganya memberanikan diri untuk mencoba mengembangkan makanan ringan khas minang dengan tidak sengaja.
Kisahnya bermula ketika sang kakak (Yusral) selalu bolak-balik Jakarta-Padang kebingungan memncari makanan khas minang yang bisa menjadi oleh-oleh alternatif.
“Kami pertama mulai tahun 1993, kakak saya bolak-balik Jakarta. Lalu ingatlah buat kripik balado pertama kali,” kata Elvi kepada detikFinance saat ditemui di lokasi pabrik Mahkota, Padang, Kamis (28/5/2009)
Ia mengakui, awal usahanya tidaklah berjalan mulus. Melalui kripik pisang tawar sebagai produk pertamanya ternyata belum diterima pasar dan mengalami kendala dimana kualitas cepat hancur.
Setelah mengalami kegagalan beberapa kali akhirnya produk kripik balado tercipta sempurna dengan cita rasa dan kemasan yang pas di lidah konsumen.
Di pabriknya yang berlokasi Koto Tangah Padang, saat ini kripik balado Mahkota, mulai berkembang membuat makanan ringan sejenis hingga puluhan item misalnya seperti kripik balado, sanjai, cingcang kripik, jagung goreng, emping jagung, kipang kacang, karak kaliang, ampera, kacang-kacangan dan lain-lain.
Melalui 60 karyawan, kripik Mahkota mampu memproduksi hingga 1,5 ton kripik balado per hari dengan omset rata-rata per bulannya mencapai Rp 150-200 juta. Dengan harga yang bervariatif mulai dari yang termurah untuk kripik sanjai jagung, cincang seharga Rp 20.000 per kilogram sampai kripik balado yang dijual Rp 32.000 per kilogram.
“Pemasaran kami sekarang bukan hanya di Padang saja, tapi sudah meluas ke Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Palembang, Jakarta dan lainnya,” ujarnya.
Saat ini kata dia, masalah bahan baku singkong masih mengalami kendala karena untuk membuat kripik balado yang bagus harus ditopang oleh kualitas ubi singkong yang berkualitas. Untuk menjaga cita-rasa, justru pihaknya sengaja tidak memakai bahan pengawet dengan membuat bumbu khas minang yang alami.
Meski begitu ia optimis bisnis kripik khas minang ini akan semakin kinclong kedepannya setelah mulai ada banyak permintaan dari beberapa daerah lainnya di luar Sumatera.
“Memang beberapa waktu lalu permintaan sempat drop, ketika harga sawit rendah,” katanya.
Tertarik dengan peluang usaha ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar